Amal Ganesha Warganegara

My life at the moment: Football, sport development, journalism and brand

Arsene Wenger, Pahlawan atau Cacian?

Image

Mengkerutkan dahi, mungkin itulah sikap yang anda refleksikan ketika melihat judul di atas. Yap, memang faktanya beberapa tahun belakangan ini, fans-fans Arsenal yang kerap disebut gooners sedang mengalami periode kegelisahan terkait nasib klub kebanggaan mereka. Sekarang, gooners telah terpecah menjadi dua kubu, secara garis besar mereka pro terhadap Wenger dan kontra terhadap Wenger. Hampir 8 tahun lamanya klub ini belum lagi mencicipi satu gelar pun, setelah terakhir di tahun 2005 mereka mendapatkan piala FA, ketika itu Patrick Vieira masih menjabat sebagai kapten Arsenal. Kehampaan gelar yang sangat panjang itulah yang membuat beberapa pihak tidak sanggup memercayai seorang Arsene Wenger. Kini, pertanyaan itu kembali ter- “ngiang” keras sekali, Arsene Wenger, pahlawan? atau cacian?

Arsene Wenger, lahir di Strasbourg 22 Oktober 1949, merupakan manajer terbaik sepanjang sejarah Arsenal berdiri. Ia adalah seorang bek kanan ketika masih aktif menjadi pemain sepakbola dulu. Sempat bermain untuk beberapa klub amatir di Perancis, namun karirnya sebagai pemain terhenti di usia muda. Ia memegang gelar Sarjana Ekonomi dari Strasbourg University, dan oleh karenanya kemampuan manajerialnya tidak pernah diragukan. Pada tahun 1981 Wenger menyelesaikan pendidikan kepelatihannya, dan mulai menjajaki karir sebagai pelatih sepakbola. Pernah menjabat sebagai asisten pelatih di AS Cannes dan pelatih kepala di Nancy, awal karir Wenger lebih diingat ketika membesut AS Monaco. Di tangannya, Monaco sempat mencicipi semifinal Liga Champions tahun 1994. Ia juga terkenal sebagai seorang yang mampu menemukan bakat-bakat terpendam pemain-pemain muda. George Weah, Patrick Vieira, Thierry Henry, dan Nicolas Anelka adalah beberapa contoh hasil temuannya yang menuai ketenaran di puncak karir.

Setelah membesut Monaco, tahun 1995 Wenger hijrah ke jepang untuk menangani Nagoya Grampus. Kala itu, dia bekerja dengan Boro Primorac, seorang pelatih yang saat ini juga menjadi rekan kerjanya di Arsenal. Di klub tersebut Wenger langsung mempersembahkan gelar juara, yaitu Emperors Cup, dan pada tahun itu juga ia menjadi J-League Manager of The Year. Keberhasilannya mengangkat prestasi Nagoya ternyata telah diperhatikan oleh David Dein, Vice Chairman Arsenal ketika itu. Musim 1996/1997 Arsene Wenger resmi menjabat sebagai manajer baru Arsenal, setelah manajer sebelumnya, Bruce Rioch, dipecat. Di tahun pertamanya, Ia tidak berhasil membawa prestasi yang signifikan bagi Arsenal. Baru di tahun keduanya, musim 1997/1998, Arsenal berhasil memenangi double winners, gelar juara Liga Inggris dan Piala FA. Pada musim itu, Wenger membeli Marc Overmars, Emmanuel Petit, dan Nikolas Anelka, pemain-pemain yang diakuinya memberikan dampak yang besar bagi keberhasilan tim.

CescWengerES_468x616

Semenjak kedatangan Wenger di tahun 1996 itulah, Arsenal kemudian menjelma sebagai klub besar dengan peningkatan prestasi dan aset kekayaan yang melimpah. Aroma kemenangan dan kegemilangan sangat lekat dengan Arsenal dan Arsene Wenger kala itu, sampai akhirnya pada tahun 2006 Arsenal berani berinvestasi pada sebuah stadion baru, Emirates Stadium. Stadion yang dibangun dengan bantuan pinjaman lunak dari Emirates ini, merupakan simbol kebesaran klub, yang saat ini merupakan stadion di Inggris dengan harga tiket termahal.

Namun, di musim 2005/2006, Arsenal kehilangan seorang Patrick Vieira, pemain yang diakui Wenger sebagai “nyawa” bagi Arsenal. Inilah titik yang diperkirakan banyak orang, sebagai titik awal kemunduran prestasi Arsenal. Tidak sanggup mempertahankan pemain penting, itulah cap yang melekat terhadap Arsene Wenger. Semenjak kepergian Vieira, semenjak itu pula Arsenal mengalami penurunan secara prestasi. Ironisnya, sampai dengan saat ini, Arsenal sangat kesulitan dalam mempertahankan pemain-pemainnya. Jabatan kapten tim dianggap sebagai “label harga” untuk seorang pemain. Fenomena ini terjadi sejak era kepergian Vieira. Thierry Henry, Cesc Fabregas, William Gallas, dan Robin Van Persie adalah kapten-kapten Arsenal yang pada masanya masing-masing akhirnya pergi meninggalkan Arsenal.
Tony Adams pernah berucap “Anda tidak akan pernah memenangi liga, jika anda terus kehilangan pemain anda”, pernyataan ini adalah sindiran seorang mantan legenda, ketika Arsenal harus kehilangan Robin Van Persie.

Semenjak hijrah ke stadion baru dan kehilangannya beberapa pemain penting, Arsenal mengalami puasa gelar yang sangat lama. Beberapa fans masih percaya terhadap Arsene Wenger, dan beberapa lainnya sangat mengidam-idamkan adanya perekrutan manajer baru. Jargon In Arsene We Trust masih terus menggema hingga kini, pun demikian dengan jargon Arsene Must Go.

Fans yang pro terhadap Wenger menganggap Arsene adalah pahlawan baginya. Arsenal belum pernah sebesar ini sebelum Ia datang. Dahulu Arsenal hanyalah tim yang memainkan boring football dengan prestasi yang angin-anginan. Fans pro Wenger berlindung dibalik rasa “syukur” ini, untuk terus mendukung Arsene Wenger. Pun demikian dengan alasan finansial yang stabil di tangan Wenger, sehingga mereka sangat menginginkan Arsene terus bertahan demi kebaikan finansial. Arsenal ditengarai sebagai salah satu klub dengan finansial yang sehat di antara klub Inggris lainnya. Selain itu, beberapa versi juga menyebutkan total kekayaan Arsenal yang sangat mengagumkan jika melihat bagaimana klub ini dijalankan dengan kemandirian yang sejati, tidak seperti Chelsea atau Manchester City. Majalah Forbes bahkan menempatkan Arsenal hanya di bawah Barcelona, Real Madrid dan Manchester United dalam hal kekayaan aset.

Adanya dualisme dukungan dari fans Arsenal ini bahkan sudah terjadi pada beberapa mantan pemain Arsenal. Tony Adams dan Stewart Robson adalah dua nama mantan pemain yang sangat keras mengkritik Wenger. Stewart Robson bahkan dengan kasar pernah berucap di media bahwa Arsene Wenger sudah seharusnya dipecat sejak dulu. Ia juga menilai bahwa Arsene Wenger adalah seorang yang tidak mengerti taktik sepakbola. Tony Adams, mantan kapten Arsenal yang pernah diasuh Wenger, pun pernah mengeluarkan opini bahwa Arsene Wenger bukanlah seorang tactician, tapi Ia hanyalah seorang ahli psikologis.

Dugaan-dugaan kemudian muncul terhadap kemunduran prestasi Arsenal. Klub yang dirilis Forbes sebagai Most Valuable Team 2012 di urutan ke-empat ini, diduga telah mengalami efisiensi biaya finansial terkait pembangunan stadion baru. Alasan finansial yang klise ini telah menjadi alasan untuk melindungi kinerja Arsene Wenger, bagi mereka yang pro terhadapnya. Alasan ini pula yang membuat beberapa fans masih bertahan dengan jargon In Arsene We Trust-nya.

Sementara, bagi fans yang menginginkan Arsene pergi, mereka berdalih bahwa alasan finansial bukanlah faktor kuat yang mempengaruhi trophyless selama hampir 8 tahun. Mereka menganggap Arsene Wenger telah mengalami penurunan kinerja, dan memang sudah saatnya untuk mundur. Persepsi bahwa Arsene terlalu stubborn dengan prinsip-prinsipnya, dianggap sebagai satu-satunya alasan mengapa Arsenal tidak pernah juara lagi. Arsene Wenger sangat mengagungkan teori efisiensi, yang diimplementasikan pada ketatnya budget gaji Arsenal. Arsene Wenger pula yang menerapkan over 30’s wages policy, yaitu penempatan kontrak hanya 1 tahun untuk pemain yang sudah mencapai usia 30 tahun ke atas. Kebijakan-kebijakan ini dinilai tidak melihat faktor implisit seperti betapa pentingnya peran pemain-pemain tua yang berpengalaman dalam memotivasi pemain muda dan memberikan “ketenangan” ketika sedang bertanding. Alhasil, Arsenal tidak memiliki seorang panutan sejati di tim utama, persis seperti Ryan Giggs di MU atau Dennis Bergkamp ketika dulu.

Selain faktor sumber daya pemain, Arsene Wenger juga dinilai sebagai pelatih yang lemah dalam hal taktik. Pernyataan Stewart Robson yang merendahkan kemampuan taktikal Wenger bisa jadi benar, karena Arsenal baru-baru ini mengalami kekalahan oleh sebuah tim divisi 2 Liga Inggris di ajang Capital One Cup, yaitu Bradford City. Bahkan Arsenal menurunkan pemain-pemain utamanya ketika itu. Kekalahan yang sangat memalukan tersebut telah menggerakkan suporter-suporter garis keras di London sana untuk melakukan demo terhadap pemilik klub dan General Manager Ivan Gaszidis. Pergerakkan demo ini bukan hanya sekali, dan bukan tanpa alasan. Fans tersadar bahwa tim yang mengalahkan Arsenal hanyalah sebuah tim divisi 2 yang secara finansial dan materi pemain sangat jauh di bawah Arsenal. Jika sudah begini, mereka hanya menyalahkan satu nama, bukan lagi finansial, bukan lagi kekurangan pemain bintang, nama itu adalah Arsene Wenger.

Author: Amal Ganesha W. / twitter @amalganesha

Was published on:

http://www.goal.com/id-ID/news/1108/sepakbola-inggris/2013/02/18/3759965/fans-bicara-arsene-wenger-pahlawan-atau-cacian

http://www.bola.net/editorial/arsene-wenger-pahlawan-atau-cacian.html

Leave a comment

Information

This entry was posted on October 31, 2013 by .