Amal Ganesha Warganegara

My life at the moment: Football, sport development, journalism and brand

The FA level 1 Football Coaching & Futsal Coaching Beginner’s Guide

coaching

Yeah, I have done it both. Football Coaching level 1, and Futsal Coaching Beginners Guide. all qualifications are from the FA.

Saya sampai di Coventry awalnya hanya ingin sibuk dan fokus ke kuliah saya, Msc Sport Management. Akan tetapi, bertemulah saya dengan seorang rekan asal Indonesia yang kebetulan mengambil kuliah di program yang sama, Mr Irman Jayawardhana. Dia memiliki cita-cita dan tujuan yang mirip seperti saya, menjadi seorang yang berkecimpuh di industri sepak bola. Ketika saya datang, dia sudah mau lulus, dan sekarang sudah lulus. Mr Irman ini lah yang membuat saya memutuskan untuk mengambil football coaching course, karena doi ternyata telah mengambil level 1 football coaching terlebih dahulu. Akhir kata, berkat informasi dari bung Irman, saya bergerak mencari informasi, daftar, dan just do it. Kredit khusus buat bung Irman Jayawardhana (thanks man).

Lisensi kepelatihan di Inggris kurang lebih berjenjang sampai dengan lima level. Level 1, Level 2, UEFA B, UEFA A, dan UEFA Pro licence. Semua jenjang level kepelatihan ini disertifikasi oleh badan resmi baik FA maupun UEFA. Level 1 yang baru saja saya lalui, merupakan program kursus kepelatihan yang diselenggarakan oleh FA selama jangka waktu dari 4 Nov 2013 s/d 16 Nov 2013, dengan total sesi sebanyak 27 jam dalam enam hari.

Kursus yang saya tempuh ini bertempat cukup jauh dari kota tempat saya tinggal (Coventry), yaitu berlangsung di City of Wolverhampton College, Wolverhampton. Kurang lebih waktu yang ditempuh mencapai dua jam perjalanan. Jadi, selama enam hari saya bolak-balik Coventry-Wolves naik kereta dan bus. Untungnya, sistem transportasi disini keren banget, entah kenapa saya tidak merasakan ‘bete’/stress selama di perjalanan –jangan bandingkan dengan Indonesia.

Tanggal 4 November 2013, adalah sesi pertama dalam program ini. Saya ingat sekali, kelasnya bertempat di kelas S108. Kala itu kelas dimulai jam 6.30pm. Hari pertama, kedua, dan ke-5 semuanya adalah materi berupa teori di dalam kelas.

Saya masuk, dan di dalam satu kelas kira-kira terdapat sekitar 15-18 orang kandidat, rata-rata semua orang British, mungkin cuma saya dan tiga orang lainnya yang asli non-british. Dan mungkin hanya saya saja yang benar-benar ‘baru’ menjejakkan kaki di tanah Inggris (baru tiga bulan men :p). Ada satu orang Cameroon-born French, satu orang Yaman, satu orang British-born Pakistani, dan sisanya adalah orang Inggris asli. Bisa dibayangkan bagaimana atmosfernya kan? aksen bahasa mereka jujur saja saya belum terlalu terbiasa, susahhhh sekali hahaha. Tetapi, untungnya mereka semua baik dan respek sekali terhadap saya.

Hari pertama. Joe Jackson, tutor leader dalam program ini –seorang yang memegang lisensi UEFA B– meng-encourage peserta untuk memperkenalkan dirinya masing-masing, dan dia menunjuk saya! yang harus ngomong pertama. Saya memperkenalkan diri sebagai berikut: “Hello, I’m Amal, I’m from Indonesia, I’m taking MSc Sport Management now in Coventry University. Actually my sport is futsal, I have limited experience in football, but i do love football, and my dream is to be the head coach of one of well-known football clubs in Europe. that’s why i’m taking this course..”. Habis bicara seperti ini, saya lihat ekspresi salah satu british-candidate yang ‘ngangguk-ngangguk’ dengan ekspresi yang seakan berkata “hmmm, oke, oke, boleh juga sih mimpi lo, tapi ….[isi sendiri]…”. Hari pertama ini kurang lebih membahas tentang karakteristik pemain muda/kids. Seperti apa sih karakter mereka, dan apa yang mereka mau dari sepak bola, kira-kira seperti itu. Oh iya, level 1 ini fokusnya memang untuk melatih anak-anak (U-11). Semakin naik level, semakin naik pula fokus usia si objek kepelatihan.

Yang menarik, di dalam course ini, mereka juga berbicara mengenai tim nasional mereka, timnas Inggris. Mereka saling melempar pendapat ketika tutor bertanya “Why does England never win the world cup after 1966?”. Ketika itu saya inginnnnnnnnnnnnnn sekali berpendapat, tapi karena saya tahu pendapat saya sangat kritis, dan mereka semuaa orang Inggris, jadi saya ragu, ragu, ragu, dan akhirnya, yasudah diam saja (daripada kagak bisa pulang). Intinya saya ingin bicara seperti ini: “selama penonton dan jurnalis di negara Anda sebegitu berharap lebihnya (lebay) terhadap timnas Inggris, Anda menciptakan pressure yang sangat tinggi terhadap pemain di lapangan, Inggris tidak pernah bermain bagus di major events karena mereka gerogi”. Selain itu saya juga ingin menambahkan, “akar sepak bola negara Anda itu ‘kick n rush’ dimana bertolak belakang dengan prinsip sepak bola negara-negara yang sering juara, yaitu possesion football, jika Anda bisa menciptakan banyak pemain seperti Jack Wilshere yang berani melakukan penetrasi dan kreatif, Anda mungkin bisa juara, tapi itu pun dengan catatan media/jurnalis sepakbola Anda sudah tidak ‘kejam’/kritis lagi”. Lalu ketika Joe bertanya “so, why do you think England could win the world cup in 1966?“, salah satu kandidat nyeletuk “that’s because we played at home,” dan hampir semua orang pun tertawa hahhaha.

Hari kedua. Hari Rabu, 6 November 2013 jam 6.30pm. Pada sesi selama tiga jam ini agak boring sih, hanya membahas mengenai Emergency first aid kit. Kira-kira sesi ini membahas mengenai penanggulangan pertama jika ada benturan yang serius di lapangan, dan kita sebagai pelatih harus melakukan apa? Disini juga saya jadi tahu bagaimana cara bertindak ketika terjadi insiden yang serius seperti yang pernah terjadi kepada John Terry atau Fabrice Muamba. Di dalam kelas juga disediakan alat-alat dan dummy-body yang relevan dengan teori-teori yang disampaikan. Saya jadi tahu bagaimana melakukan CPR dan nafas buatan. Lumayan seru lah, hehehe.

Hari ke-3 dan ke-4 adalah sebagian besar practical sessions. Ini dia yang saya tunggu. Kami diajarkan metode-metode melatih, dan bagaimana menyampaikannya. Selain itu tactical awareness kami juga diasah. Joe Jackson yang menjadi tutornya kala itu merupakan mantan pemain junior Wolverhampton Wanderers FC, saya tidak heran melihat teknik-teknik yang dia peragakkan begitu terlihat ‘wow’, dalam hati saya berkata “pantes, bekas pemain, jago nih kayaknya doi” :p. Saya juga menikmati peran ketika menjadi pemain yang dilatih dalam sesi-sesi tersebut. Seru banget! Setelah mengikuti sesi demi sesi, saya menyimpulkan bahwa pelatih sepak bola itu kira-kira sama dengan dosen akademis, bedanya ya objek yang disampaikan. Kalau dosen menyampaikan ilmu-ilmu bisnis misalnya, kalau pelatih menyampaikan ilmu-ilmu sepak bola. Dosen menyiapkan materi di malam hari sebelum hari-H, pelatih sepak bola pun sama, menyiapkan sesi latihan untuk besok di malam harinya. Itu sih pemikiran saya ya, jangan diikuti kalau tidak setuju. Almarhum Ayah saya dahulunya adalah seorang dosen, jadi saya tahu persis proses kerja seorang dosen, minimal saya melihat Ayah saya seperti itu :p

Tanggal 16 November 2013, final assesment. Saya kedapatan sesi yang mudah, judulnya ‘traffic lights’. Mungkin karena Joe Jackson tahu saya adalah kandidat dengan kemampuan berbahasa Inggris yang paling lemah, yeah walaupun memang lemah, tapi sebenarnya saya berharap dapat sesi yang lain, bukan yang lebih susah, tapi yang lebih menarik, sesi yang ini memang tidak terlalu menarik.

Jadi, para kandidat dalam final assessment ini harus mempraktikkan sesi latihan yang telah dipilih secara acak oleh si tutor. Setiap kandidat mendapat sesi yang berbeda. Sesi yang saya lakukan di-assess oleh Joe Jackson sendiri. Seperti saya bilang, sesi yang saya dapat memang mudah, tapi tidak menarik. Ya saya bersyukur sih, walaupun tidak menarik, tapi mudah, hahaha. Assessment ini memakan waktu dari jam 9 am s/d jam 5pm. Setelah menunggu sebegitu lama, akhirnya giliran saya datang juga. Saya sudah siapkan semuanya dari malam, saya sudah buat catatan etc. Ehh, taunya, saya tidak boleh pakai catatan, Saya bilang “I cant use this?”, Joe: “yeahh, this is assessment”. Saya tidak panik, karena memang saya sudah baca berkali-kali itu catatan, sudah nemplok di kepala. Pada intinya, kalau Anda ingin mempraktikan/mempresentasikan sebuah tema, maka kuasai betul-betul tema tersebut, jika Anda menguasai, Anda tidak akan kesulitan, seperti saya, walaupun mendadak tidak boleh pakai catatan, ternyata saya sudah ‘kadung’ menguasai sesi latihan yang akan saya praktikkan, akhirnya tanpa catatan pun, sesi saya berjalan baik, dan kandidat lain men-support saya, dan masbro Joe Jackson pun mengapresiasi performa saya dengan sedikit catatan: “kamu kurang mendemonstrasikan (memperagakan) sesi mas Amal”; saya membela diri “I did it a little bit, didn’t you see it?”; Joe: “Iya, tapi tetap kurang. but its okay, you did good“. Berikut ini adalah script tulisan dan outline yang saya buat khusus untuk final assessment:

Image

Seperti itulah pengalaman yang bisa saya bagi kepada Anda mengenai level 1 football coaching. Secara pribadi, pengalaman tersebut sangat menyenangkan dan berharga. Kandidat-kandidat lain begitu baik, termasuk sang tutor, Joe Jackson yang begitu perhatian dan memiliki empati yang sangat tinggi. Satu teman saya yang begitu saya ingat, Francois (the Cameroon-born French), aksennya sangat lucu, dan karakternya pun sangat humoris, ahh saya kangen dengan mereka. si Francois ini melatih anak-anak kecil bermain bola di Newcastle, dan dia sudah 10 tahun tinggal di Inggris, tapi tetap saja aksennya tidak bisa menipu, French-nya sangat kental. Pada final assessment, semua orang termasuk sang tutor tertawa terbahak-bahak melihat bagaimana Francois berdemo sebagai pelatih, susah dijelaskan dengan kata-kata, sampai sekarang pun saya tertawa jika membayangkan situasi kala itu, dia sangat antusias, teriak-teriak keras, bersemangat, bertenaga, sampai-sampai kami semua tertawa (ketika menulis ini saya pun masih tertawa).

Image

Selain mengambil FA level 1 Football Coaching, saya juga ambil FA Futsal Coaching Beginners Guide pada 23 November kemarin. Futsal coaching ini berbeda dengan football coaching, tapi tetap diselenggarakan oleh the FA. Kursus ini hanya berlangsung satu hari sedari jam 9 pagi –  jam 5 sore, di tempat yang sama, City of Wolverhampton College. Tutor dalam futsal course ini adalah Ikhlaq Hussain, mantan staf pelatih timnas futsal wanita Inggris. Kali ini porsi practical session-nya lebih banyak. Futsal dan sepakbola adalah olahraga yang mirip tetapi sebenarnya sangat berbeda. bola, space, dan teknik yang digunakan sangat berbeda. Saya bertahun-tahun bermain futsal. Sudah lama sekali saya tidak menyentuh bola ukuran lima (bola yang dipakai untuk sepak bola), alhasil ketika bermain sepak bola 11-a-side disini, saya sangat kesulitan. Teknik mengontrol bola, teknik shooting, daerah jangkauan, dan posisi, semuanya berbeda. Ikhlaq Hussain pun berkata kepada kami: “it’s better for players to choose whether futsal or football as their sport, but not to choose both”.

Yang menarik sekitar 5-7 orang kandidat adalah futsal scholars dari West Bromwich Albion, alias pelajar-pelajar yang mendapat beasiswa karena kemampuan futsal mereka yang telah diseleksi oleh tim pelatih. Karena futsal tidak terlalu populer di Inggris, saya merasa bocah-bocah WBA ini tidak lah ‘jago’ sama sekali jika dibandingkan bocah-bocah asal Indonesia (khusus untuk futsal saja). Bukan berarti meremehkan, atau ‘belagu’, atau ‘apalah’, tapi saya merasa demikian. Dari kesempatan yang walaupun hanya sedikit, saya sudah bisa men-judge level para bocah WBA-scholars tersebut: biasa saja.

Tingkat partisipasi rakyat Inggris terhadap futsal masih sangat rendah, sehingga pemain-pemain level tertinggi mereka di dalam futsal tidaklah tinggi jika dibandingkan level pemain di negara lain yang digjaya dalam futsal (e.g: Iran, Japan, Thailand, Rusia, Italy, apalagi Spain dan Brasil). Faktanya memang ranking Inggris di futsal jauh di bawah Indonesia! that was a match I surely can remember: (futsal) Indonesia 7 vs 2 England, in Kuala Lumpur. I can’t remember the year though.

Image

Selanjutnya, setelah melalui kursus-kursus tersebut, saya masih lapar akan ilmu-ilmu kepelatihan, dan masih menyimpan mimpi yang sama, yaitu menjadi semacam Jose Mourinho, A Villas Boas, Arsene Wenger, ataupun Pellegrini. Mereka adalah pelatih-pelatih beken yang nyatanya memiliki pengalaman sebagai pemain sepak bola yang sangat minim. Bahkan Villas Boas tidak pernah menjadi pemain sepak bola profesional seumur hidupnya. Pellegrini adalah sarjana teknik sipil, Wenger semua tahu dia sarjana ekonomi, Mourinho? pernah jadi pemain profesional, tapi levelnya tidak tinggi, dan dia bekas asisten pelatih Van Gaal yang isunya dulu cuma dijadikan translator.

Coventry, 25 November 2013

Warm regards,

Amal G. Warganegara.

3 comments on “The FA level 1 Football Coaching & Futsal Coaching Beginner’s Guide

  1. anind
    November 26, 2013

    Keren Gan!! teruskan..salam dari FEUI

  2. Rifki Hidayat
    January 22, 2014

    Keren banget Mal. Menulislah yg rutin mal. Salut mal, lu sudah menemukan passion.

  3. Ando
    March 30, 2016

    masbro..kiranya berkenan untuk share ilmu nya ke kami yang ada di Indonesia..kan kami belum seberuntung masbro yang bisa mengenyam ilmu nya di negeri “kick&rush” sana..

Leave a comment

Information

This entry was posted on November 25, 2013 by and tagged .